Catatan Untuk Calon Pengantin

"Kucari dan kucari jalan terbaik Agar tiada penyesalan di akhir nanti"

Begitulah kira-kira bait dari sebuah lagu yang dinyanyikan tamu di sebuah pesta pernikahan.

Seringkali aku merenung dan terasa iba di hati. Menyaksikan senyum bahagia keluarga pengantin. Bukan iri ataupun dengki. Mengenangkan nasib diri. Perjalanan membina rumah tangga tak seindah yang dibayangkan. Padahal sudah aku peringatkan. Jangan teruskan pernikahan jika hati tidak bulat. Tapi dilangsungkan juga. Akhirnya terjadi apa yang aku khawatirkan selama ini. 

Kamu dulu waktu gadis walaupun tua umurnya, menangis menghiba pada Tuhan, Oh Tuhan, datangkan lah padaku seorang Imam yang mengimami sholatku. menjadi pemimpin dalam rumah tanggaku. 

Bohong!
Sholat aja kau tidak mau bersama "imam" pemimpin keluargamu, yang dulu kau pinta. Banyak setelah berkeluarga tidak peduli sholat, walaupun dulunya aktivis dakwah? Jadi dulu untuk apa?

Boro-boro pemimpin rumah tangga. Kau saja tidak mau mendengar kata. Boro taat setia. 

Persetan dengan wajah sekalipun cantik, apalagi jelek, pesek dan rebek. :(. Buat apa cantik, kalau bikin hati tersakiti. Padahal kasih sayangku kepada manusia tidak peduli itu apa pun agama mereka, aku mengasihi mereka. Asal jangan ngajak pereng saja. Inilah lagi seorang wanita yang akan dan telah menjadi ibu kepada anak-anakku. Aku lebih-lebih lagi sayang. Namun, sungguh sayang. Yang disayang justru membuat hati merana dan fikiran melayang entah kemana. 

Dulu apapaun ujian hidup sanggup aku lalui, walau harus tidur beratapkan langit. Makan 3 hari sekali. Aku rela demi nyai. Tapi  kini kau khianati cinta dan ketulusanku. Sebagai seorang lelaki sejati aku menghendaki kemerdekaan dan kebebasan jiwaku. Mari bangun rumah tangga ini dengan sepenuh hati, walau ujian menghadang nanti jangan kau merasa kecil nyali. Aku siap memikul beban hidup ini, bahkan sampai mati.